Konsep Wisata Yang Terintegrasi

Penjajahan Belandan selama 3,5 abad di Indonesia meninggalkan banyak bekas sejarah, ada yang pahit, tetapi ada juga manis. Salah satu yang dirasa manis adalah peninggalan berupa pabrik pabrik gula, yang hampir ada di beberapa tempat di Jawa ini.
Pada awal abad ke 19, gula merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor pemerintah kolonial, yang diwakili oleh VOC. Tanaman ini bahkan pernah menjadi primadona di jamannya. Hampir dimana mana terdapat perkebunan tebu.
Tetapi menjelang akhir abad ke 19, popularitas tanaman ini mulai menurun . Hukum ekonomi berlaku di sini. Kurva permintaan selaras dengan penawaran. Menurunnya permintaan dari Eropa menyebabkan pabrik gula banyak yang bangkrut dan bangunannya ditinggalkan begitu saja. Pabrik pabrik gula tua yang masih kokoh ataupun yang sudah hampir rata dengan tanah adalah saksi bisu yang masih kita saksiskan hingga detik ini. Sama seperti kebanyakan bangunan bangunan peninggalan kolonial di Indonesia, bentuknya yang unik menjadikannya suatu tempat yang cocok untuk dijadikan tempat wisata.
Dari banyak buku sejarah, gula ini merupakan komoditas saksi kekejaman pemerintah kolonial dengan kebijakan tanam paksa dan saksi bisu kerasnya pertempuran antara pemuda pemudi bangsa untuk medapatkan kemerdekaan tanah airnya. Dengan kreatifitas, nilai historis gula yang tinggi ini bisa dijual, dalam artian sebagai aset wisata bertemakan sejarah.
Potensi
Sekilas, wisata sejarah di pabrik gula ini tampak monoton dan membosankan, sehingga kurang begitu menarik wisatawan. Akan tetapi, jika di permak secara baik, maka akan menghasilkan sesuatu yang berbeda.
Salah satu yang berhasil memoles wisata ini menjadi lebih menarik adalah di pabrik gula Gondang, Klaten. Dengan cerdas, pabrik gula ini memadukan museum gula dengan kawasan pabrik gula yang hijau dan asri sebagai green park yang dilengkapi dengan taman bermain. Selain itu, di pabrik itu juga terdapat homestay dengan bangunan khas belanda dilengkapi dengan halaman yang luas dan gazzebo yang teduh sebagai tempat bersantai.
Memadukan wisata sejarah pabrik gula dengan keindahan alam ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan sebuah survey, didapatkan 75% dari orang Indonesia menjadikan wisata alam sebagai tempat favoritnya, sedangkan hanya 3,3% orang yang menjadikan tempat bersejarah sebagai sarana rekrease (Marketeers, Agustus 2012). Oleh sebab itu, tidak ada salahnya menggabungkan wisata pabrik gula ini dengan wisata alam. Karena, hampir sebagian pabrik-pabrik gula memiliki kawasan hijau yang cukup asri yang jika dikelola dengan bijak dapat dimanfaatkan sebagai kawasan hijau.
Isi museum nya sendiri pun sangat menarik. Hampir semua peralatan kuno yang dipakai dalam pabrik gula ini masih tersimpat dengan rapi disana, mulai dari mesin mesin tik kuno, instrumen-instrumen analog industri, bahkan ada juga beberapa sample mengenai jenis jenis tanaman tebu beserta penyakitnya, sehingga pengunjung yang datang juga bisa berwisata sambil belajar. Museum ini juga dilengkapi oleh perpustakaan yang didalamnya berisi lengkap arsip arsip mengenai gula.
Dengan memadukan pabrik gula dengan green¬-park serta homestay maka tidak dipungkiri akan didapat banyak potensi bisnis disini. Pengelola kawasan bisa membuka cafe yang menjual makanan dan minuman khas produksi pabriknya, dengan memperkerjakan penduduk sekitar, sehingga terciptalah sebuah rantai ekonomi yang saling menguntungkan.
Dari pengamatan di lapangan, kawasan wisata terpadu ini ada sedikit kelemahan. Yakni pengunjung cenderung langsung menikmati permainan di green park tanpa sedikit pun menginjakkan kaki di museum gula tersebut. Ada sedikit cara sederhana, agar pengunjung rela untuk masuk ke museum pabrik gula baru kemudian menghabiskan waktu di green park, yakni dengan membuat sebuah mekanisme, entah berupa jalur, sehingga pengunjung seolah olah harus masuk ke museum gula dulu, baru bisa bermain di green park atau bersantap di cafe.
Strategi Pemasaran
Pemasaran produk wisata ini, ada baiknya kita sedikit meninggalkan pemasaran lama dengan cara memasang iklan di media konvensional. Tidak ada salahnya kita melirik salah satu media yang berkembang pesat saat ini, internet.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mempopulerkan obyek wisata ini adalah dengan cara mengajak blogger-blogger traveler untuk menuliskan tentang objek wisata baru ini. Agar mereka mau dengan senang hati menulis, maka undanglah mereka ke pabrik gula tersebut, dengan akomodasi sepenuhnya ditanggung oleh pengelola tempat wisata. Dengan begitu, sepulangnya blogger blogger ini ke daerah mereka, mereka akan menuliskan pengalamannya selama berada di pabrik gula tersebut.
Jika dirasa sulit untuk menemukan blogger-blogger traveler yang mau diajak bekerja sama, ada cara lain yang dapat ditempuh. Yakni dengan menawarkan menjadi guest post di blog mereka. Guest post ini artinya kita meminta kepada blogger-blogger tadi agar mau memberikan space di dalam blog nya untuk kita tulis mengenai tempat wisata kita. Tentu blog yang dipilih adalah blog dengan memiliki traffic yang tinggi serta pengunjung yang loyal. Untuk mendapatkan blog dengan traffic yang tinggi, tidak terlalu sulit. Banyak tools di internet yang bisa digunakan. Sedangkan untuk mengetahui apakah blog tersebut memiliki pembaca yang loyal, dapat di cek melalui subsicriber blog tersebut.
Agar kedua cara diatas menjaid lebih mantab bisa dipadukan lagi dengan cara ketiga, yakni dengan aktif di forum forum pariwisata yang banyak bertebaran di Internet. Kehadiran forum-forum wisata ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena biasanya hampir semua travelllers mencari review atau informasi yang cukup mengenai tempat wisata yang akan ditujunya sebelum berangkat (survey tabloid Marketers, Agustus 2012).
Pengelola tempat wisata juga bisa menggunakan berbagai macam jasa paid-advertising yang ada di dunia maya, seperti memasang iklan pada blog atau website dengan tema holiday, vacation, travelling dan sebagainya.
Selain itu, tidak ada salahnya juga memanfaatkan social media, seperti Facebook ataupun Twitter. Tentu masih terlintas kuat di pikiran kita, bagaimana kekuatan media daring tersebut dalam membantu Pulau Komodo terpilih menjadi New Seven Wonders. Ini berarti hal yang sama dapat pula diterapkan untuk mempromosikan wisata sejarah pabrik gula ini.
Perbaiki Kekurangan
Promosi wisata sejarah gula di Indonesia ini pun kurang begitu maksimal. Bisa diambil contoh, papan iklan atau billboard yang terpampang du pusat-pusat keramaian seperti bandara, stasiun, atau di jalan-jalan protokol justru dimanfaatkan hanya untuk memajang foto profil kepala daerah. Semestinya, tempat-tempat tersebut digunakan untuk mengangkat potensi wisata daerah.
Edukasi mengenai wisata sejarah gula juga perlu digalakkan. Untuk edukasi wisata ini, kita bisa belajar dari silat. Dengan edukasi yang baik mengenai seni beladiri silat melalui film, banyak orang Indonesia mulai mengetahui bahwa negeri mereka juga memiliki seni beladiri sendiri yang tidak kalah dibandingkan kungfu atau seni beladiri asing lainnya.
Masih ada satu lagi hal yang perlu di benahi, yaknik kemudahan menuju akses ke tempat wisata. Karena tidak jarang, tidak ditemui penunjuk jalan yang jelas untuk menuju kawasan wisata ini. Sehingga menyulitkan pelancong yang ingin mengunjungi tempat ini.
Jika dikelola dengan baik, maka wisata sejarah pabrik gula ini akan menjadi sumber rejeki yang menguntungkan tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga dirasakan oleh warga sekitar. Memang benar kata pepatah, ada gula ada semut.
Wisata sejarah pabrik gula merupakan salah satu aset pariwisata berharga yang dimiliki negeri ini. Sangat sayang apabila ditinggalkan begitu saja sehingga bangunan yang memiliki nilai historis tinggi itu kini justru terkesan angker.